Sebelum kurikulum 2013 diterapkan memang ada sebuah uji publik yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memberi masukan terhadap draft kurikulum yang direncanakan. Saya sendiri saat itu sebagai guru TIK pun ikut serta memberikan masukan di dalam uji publik bahwa mata pelajaran TIK masih tetap dibutuhkan mengingat latar belakang peserta didik di Indonesia sangat beragam. Namun, ternyata kurikulum 2013 ketika itu akhirnya dinyatakan lolos uji publik dan TIK resmi dihapuskan dari kurikulum.
Guru-guru TIK dan KKPI se-Indonesia merasa perubahan kurikulum tersebut merugikan dunia pendidikan, terutama guru dan juga peserta didik. Tidak sedikit guru kehilangan jam mengajar, bahkan ada yang terpaksa pindah ke jabatan struktural akibat perubahan kurikulum ini. Di sisi lain, tidak semua peserta didik mampu mengoperasikan komputer tanpa dipelajari secara terstuktur di lembaga pendidikan. Mereka masih membutuhkan pembelajaran demi menghadapi perkembangan teknologi yang begitu pesat. Hal lain yang lebih merugikan, mereka kehilangan bimbingan dalam menghadapi dampak sosial teknologi informasi dan komunikasi.
Tidak tinggal diam, guru-guru TIK dan KKPI melalui sebuah organisasi bernama AGTIKKNAS (Asosiasi Guru TIK dan KKPI Nasional) berjuang untuk mengembalikan TIK sebagai mata pelajaran. Berbagai sosialisasi hingga aksi damai dan petisi pun mereka adakan untuk menyuarakan agar mata pelajaran mereka dikembalikan ke dalam kurikulum. Akhirnya, perjuangan panjang itu membuahkan hasil sehingga lahirlah Permendikbud Nomor 68 Tahun 2014 tentang Peran Guru TIK dan KKPI dalam Kurikulum 2013. Di dalam peraturan menteri tersebut dijelaskan bahwa guru TIK dan KKPI berperan sebagai pembimbing TIK. Akan tetapi, TIK tetap bukanlah sebuah mata pelajaran. TIK telah berubah menjadi kegiatan bimbingan baik personal maupun klasikal.
Tidak berhenti hingga di sana, organisasi guru TIK dan KKPI terus menyampaikan aspirasi dan memberi masukan kurikulum yang dibutuhkan di Indonesia ke pihak Kemendikbud. Alhasil, diterbitkanlah Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 yang menjadi dasar hukum lahirnya sebuah mata pelajaran baru yaitu Informatika.
Informatika telah memenuhi syarat sebagai sebuah mata pelajaran. Kompetensinya lebih tinggi (bisa disebut lebih sulit) daripada TIK dan KKPI. Informatika tidak membahas bagaima cara mengoperasikan komputer, tetapi lebih daripada itu menuntut siswa untuk berpikir komputasional. Aspek materinya dirancang untuk mempersiapkan kompetensi siswa di era revolusi industri 4.0 yang terdiri dari Teknologi Informasi dan Komunikasi, Sistem Komputer, Analisis Data, Algoritma dan Pemrograman, Berpikir Komputasional, dan Dampak Sosial Informatika.
Berdasarkan uraian di atas, maka tidak tepat jika masih ada guru dan siswa yang menyebut Informatika dengan sebutan TIK. TIK dan Informatika saat ini adalah dua hal yang berbeda namun sama-sama ada di dalam kurikulum 2013. TIK masih ada dalam bentuk bimbingan yang disebut Bimbingan TIK (BTIK). Beban mengajar guru BTIK dihitung berdasarkan jumlah peserta bimbingan, yaitu membimbing 150 orang peserta ekuivalen dengan 24 jam pelajaran. Selain itu, Informatika juga ada dalam bentuk mata pelajaran dengan beban belajar 2 jam pelajaran per minggu.
Sekian dulu tulisan kali ini ya Sobat. Ingat, jangan latah ikut-ikutan menyebut Informatika dengan sebutan TIK hanya karena berawal dari sejarah yang sama.
Posting Komentar